Tentang
Gratifikasi
Profil UPG
Pelaporan
Tentang

 

 

Memberi Pelayanan Sepenuh Hati,

Tidak Perlu Memberi Suap Atau Gratifikasi


 

Untuk informasi lebih lanjut terkait gratifikasi dapat diakses melalui website dan e – learning gratifikasi.

http://elearning.kpk.go.id

http://gratifikasi.kpk.go.id

 

Sosialisasi Program Pengendalian Gratifikasi

 

Tujuan Kegiatan Sosialisasi

Diharapkan melalui Sosialisasi ini dapat menambah pemahaman kepada para peserta terkait gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan dan gratifikasi yang dilarang atau wajib dilaporkan. Peserta sosialisasi juga diharapkan dapat mengetahui dan mengerti tata cara pelaporan gratifikasi baik melalui KPK atau UPG. Dengan demikian, adanya sosialisasi Program Pengendalian Gratifikasi UPG Kabupaten Kotawaringin Timur yaitu, untuk mengurangi tekanan psikologis dalam melaporkan gratifikasi kepada KPK atau UPG.

Diseminasi Pesan Anti Gratifikasi di Desa Mekar Sari Tanggal 17 Februari Tahun 2021

Sosialisasi Program Pengendalian Gratifikasi di Kec. Bukit Santuai Tanggal 08 April Tahun 2021

Sosialisasi Program Pengendalian Gratifikasi di Kec. Pulau Hanaut Tanggal 24 Agustus Tahun 2021


Sosialisasi Program Pengendalian Gratifikasi di Kec. Mentaya Hilir Tanggal 16 Maret Tahun 2022

Sosialisasi Program Pengendalian Gratifikasi di Desa Beringin Tunggal Jaya Kec. Parenggean Tanggal 07 Oktober Tahun 2022

Sosialisasi Program Pengendalian Gratifikasi di Desa Mekar Jaya Jaya Kec. Parenggean Tanggal 07 Oktober Tahun 2022

Gratifikasi

Tentang Gratifikasi

 

  • Definisi Gratifikasi

Berdasarkan Penjelasan UU Nomor 20 Tahun 2001 pasal 12B ayat (1), Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Gratifikasi adalah semua pemberian yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara (Pn/PN). Oleh karena itu gratifikasi memiliki arti yang netral, sehingga tidak semua gratifikasi merupakan hal yang dilarang atau sesuatu yang salah. Gratifikasi adalah“pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik”.

  • Pengertian Gratifikasi

Dari penjelasan pasal 12B Ayat (1) dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunya makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan rumusan padal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria pada unsur 12B saja.

Gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu perbuatan pidana suap khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri adalah pada saat Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun, sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya. Gratifikasi pada dasarnya adalah “suap yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”. Pegawai negeri atau penyelenggara negara (Pn/PN) yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan dan korupsi lainnya. Sehingga gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi. Gratifikasi tersebut dilarang karena dapat mendorong Pn/PN bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak profesional. Sehingga Pn/PN tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.


 

Daftar Gratifikasi yang Wajib Dilaporkan dan Tidak Wajib Dilaporkan

 

  • Gratifikasi Yang Wajib Dilaporkan

Gratifikasi yang wajib dilaporkan adalah gratifikasi terlarang, yaitu yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Untuk memudahkan pemahaman, berikut adalah gratifikasi yang wajib dilaporkan :

  1. Terkait dengan pemberian layanan pada masyarakat diluar penerimaan yang sah;

  2. Terkait dengan tugas dalam proses penyusunan anggaran diluar penerimaan yang sah;

  3. Terkait dengan tugas dalam proses pemeriksaan, audit, monitoring dan evaluasi diluar penerimaan yang sah;

  4. Terkait dengan pelaksanaan perjalanan dinas diluar penerimaan yang sah/resmi dari Instansi;

  5. Dalam proses penerimaan/promosi/mutasi pegawai;

  6. Dalam proses komunikasi, negosiasi dan pelaksanaan kegiatan dengan

  7. Pihak lain terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya;

  8. Sebagai akibat dari perjanjian kerjasama/kontrak/kesepakatan dengan pihak lain;

  9. Sebagai ungkapan terima kasih sebelum, selama atau setelah proses pengadaan barang dan jasa;

  10. Merupakan hadiah atau souvenir bagi pegawai/pengawas/tamu selama kunjungan dinas;

  11. Merupakan fasilitas hiburan, fasilitas wisata, voucher oleh Pejabat/Pegawai dalam kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewajibannya dengan pemberi gratifikasi yang tidak relevan dengan penugasan yang diterima;

  12. Dalam rangka mempengaruhi kebijakan/keputusan /perlakuan pemangku kewenangan;

  13. Dalam pelaksanaan pekerjaan yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban/tugas Pejabat/Pegawai; dan lain sebagainya.

  • Gratifikasi Yang Tidak Wajib Dilaporkan

Pada dasarnya, semua gratifikasi yang diterima oleh Pn/PN wajib dilaporkan pada KPK, kecuali 17 (tujuh belas) daftar Gratifikasi berikut, berdasarkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019, tentang Pelaporan Gratifikasi :

  1. Pemberian dalam keluarga yaitu kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/menantu, anak angkat/wali yang sah, cucu, besan, paman/bibi, kakak/adik/ipar, sepupu dan keponakan, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan;

  2. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum;

  3. Manfaat dari koperasi, organisasi kepegawaian atau organisasi yang sejenis berdasarkan keanggotaan, yang berlaku umum;

  4. Perangkat atau perlengkapan yang diberikan kepada peserta dalam kegiatan kedinasan seperti seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan sejenis, yang berlaku umum;

  5. Hadiah tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya, yang dimaksudkan sebagai alat promosi atau sosialisasi yang menggunakan logo atau pesan sosialisasi, sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan dan berlaku umum;

  6. Hadiah, apresiasi atau penghargaan dari kejuaraan, perlombaan atau kompetisi yang diikuti dengan biaya sendiri dan tidak terkait dengan kedinasan;

  7. Penghargaan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  8. Hadiah langsung/undian, diskon/rabat, voucher, point rewards, atau suvenir yang berlaku umum dan tidak terkait kedinasan;

  9. Kompensasi atau honor atas profesi diluar kegiatan kedinasan yang tidak terkait dengan tugas dan kewajiban, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan dan tidak melanggar peraturan/kode etik pegawai/pejabat yang bersangkutan;

  10. Kompensasi yang diterima terkait kegiatan kedinasan seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan pembiayaan yang telah ditetapkan dalam standar biaya yang berlaku di instansi penerima Gratifikasi sepanjang tidak terdapat pembiayaan ganda, tidak terdapat konflik benturan kepentingan, dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima;

  11. Karangan bunga sebagai ucapan yang diberikan dalam acara seperti pertunangan, pernikahan, kelahiran, kematian, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya, pisah sambut, pensiun, promosi jabatan;

  12. Pemberian terkait dengan pertunangan, pernikahan, kelahiran, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap pemberi;

  13. Pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang dialami oleh diri penerima Gratifikasi, suami, istri, anak, bapak, ibu, mertua, dan/atau menantu penerima Gratifikasi sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan, dan memenuhi kewajaran atau kepatutan;

  14. Pemberian sesama rekan kerja dalam rangka pisah sambut, pensiun, mutasi jabatan, atau ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya paling banyak senilai Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan;

  15. Pemberian sesama rekan kerja yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya, dan tidak terkait kedinasan paling banyak senilai Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama;

  16. Pemberian berupa hidangan atau sajian yang berlaku umum; dan

  17. Pemberian cendera mata/plakat kepada instansi dalam rangka hubungan kedinasan dan kenegaraan, baik di dalam negeri maupun luar negeri sepanjang tidak diberikan untuk individu pegawai negeri atau penyelenggara negara.


 

FAQ’s

 

  1. Apa yang dimaksud Gratifikasi?

Gratifikasi adalah semua pemberian yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara (Pn/PN). Oleh karena itu gratifikasi memiliki arti yang netral, sehingga tidak semua gratifikasi merupakan hal yang dilarang atau sesuatu yang salah.

Gratifikasi adalah“pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik”.

Penjelasan Pasal 12B UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

  1. Apakah yang menjadi dasar hukum gratifikasi?

Berdasarkan UU No. 20 tahun 2001 pasal 12b ayat (1), setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi (pembuktian terbalik)

  • Yang nilainya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan suap dilakukan oleh penuntut umum. Ditambahkan dalam pasal 12b ayat (2)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12b ayat (1) tidak berlaku jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal gratifikasi tersebut diterimanya.

  1. Apa kriteria Gratifikasi yang dilarang?

  • Gratifikasi yang diterima berhubungan dengan jabatan

  • Penerimaan tersebut dilarang oleh peraturan yang berlaku, bertentangan dengan kode etik, memiliki konflik atau merupakan penerimaan yang tidak patut/tidak wajar. Untuk selanjutnya, penyebutan “gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan” ditulis dengan “Gratifikasi”

  1. Bagaimana karakteristik Gratifikasi yang boleh diterima?

  • Berlaku umum, yaitu suatu kondisi pemberian yang diberlakukan sama dalam hal jenis, bentuk, persyaratan atau nilai, untuk semua peserta dan memenuhi prinsip kewajaran atau kepatutan;

  • Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  • Dipandang sebagai wujud ekspresi, keramah-tamahan, penghormatan dalam hubungan sosial antar sesama dalam batasan nilai yang wajar; atau,

  • Merupakan bentuk pemberian yang berada dalam ranah adat istiadat, kebiasaan, dan norma yang hidup di masyarakat dalam batasan nilai yang wajar.

  1. Mengapa Gratifikasi itu dilarang?

Gratifikasi pada dasarnya adalah “suap yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”. Pegawai negeri atau penyelenggara negara (Pn/PN) yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan dan korupsi lainnya. Sehingga gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi.

Gratifikasi tersebut dilarang karena dapat mendorong Pn/PN bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak profesional. Sehingga Pn/PN tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Undang-undang menggunakan istilah “gratifikasi yang dianggap pemberian suap” untuk menunjukkan bahwa penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

  1. Siapakah yang dimaksud “pejabat penyelenggara negara” dan “pegawai negeri sipil” dalam konteks gratifikasi ini?

Berdasarkan UU No. 28 tahun 1999, bab II pasal 2, penyelenggara negera meliputi pejabat negera pada lembaga tertinggi negara; pejabat negara pada lembaga tinggi negara; menteri; gubernur; hakim; pejabat negara lainnya seperti duta besar, wakil gubernur, bupati; wali kota dan wakilnya; pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis seperti: komisaris, direksi, dan pejabat struktural pada BUMN dan BUMD; pimpinan Bank Indonesia; pimpinan perguruan tinggi; pejabat eselon I dan pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan sipil dan militer; jaksa; penyidik; panitera pengadilan; dan pimpinan proyek atau bendaharawan proyek.

Sementara yang dimaksud dengan pegawai negeri, sesuai dengan UU No 31. tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan No. 20 Tahun 2001, meliputi: pegawai pada MA dan MK; pegawai pada kementerian/departemen & LPDN; pegawai pada Kejagung; pegawai pada Bank Indonesia; pimpinan dan pegawai pada sekretariat MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi/Dati II; pegawai pada perguruan tinggi; pegawai pada komisi atau badan yang dibentuk berdasarkan UU, Kepres, maupun PP; pimpinan dan pegawai pada sekretariat presiden, sekretariat wakil presiden, dan seskab dan sekmil; pegawai pada BUMN dan BUMD; pegawai pada lembaga peradilan; anggota TNI dan Polri serta pegawai sipil di lingkungan TNI dan Polri; serta pimpinan dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah daerah tingkat I dan II.

  1. Apa yang harus dilakukan jika Pn/PN diberi gratifikasi yang wajib dilaporkan?

Tindakan yang harus dilakukan Pn/PN adalah MENOLAK PEMBERIAN tersebut.

Jika pada kondisi tertentu Pn/PN tidak dapat menolaknya, misalnya gratifikasi disampaikan melalui perantara istri/suami/anak, identitas pemberi tidak diketahui, atau demi menjaga hubungan baik dengan pemberi, maka Pn/ PN wajib MELAPORKAN PENERIMAAN GRATIFIKASI tersebut kepada KPK dalam waktu maksimal 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan.

Penolakan terhadap gratifikasi akan membangun kebiasaan dan budaya anti gratifikasi.”

  1. Apa perbedaan antara Gratifikasi, Suap dan Pemerasan?

Secara sederhana gratifikasi tidak membutuhkan sesuatu yang transaksional atau ditujukan untuk mempengaruhi keputusan atau kewenangan secara langsung. Hal ini berbeda dengan suap yang bersifat transaksional.

Sedangkan pidana pemerasan, inisiatif permintaan dan paksaan berasal dari Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Pada pidana pemerasan yang dihukum pidana hanyalah pihak penerima saja.

  1. Apakah gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan dari pihak yang memiliki konflik kepentingan dalam pelaksanaan resepsi, upacara adat/budaya/tradisi, dan perayaan agama?

Boleh diterima. Namun untuk penerimaan yang melebihi nilai wajar tertentu (saat ini batasannya adalah Rp1.000.000,00) maka penerimaan itu wajib dilaporkan pada KPK. Hal ini dikarenakan penyelenggaraan acara tersebut membutuhkan biaya, dan sudah menjadi bagian dari tradisi yang sudah berjalan.

Tidak semua penerimaan di atas Rp1.000.000,00 secara otomatis menjadi milik negara, karena KPK akan mempertimbangkan aspek hubungan dengan jabatan penerima. Penerimaan gratifikasi yang nilainya di atas Rp1.000.000,00 dan mempunyai potensi konflik kepentingan akan menjadi milik negara.

  1. Jika gratifikasi tidak mempengaruhi keputusan saya, apakah saya masih dilarang untuk menerimanya?

Ya Dilarang, pemberian gratifikasi pada umumnya tidak ditujukan untuk mempengaruhi keputusan pejabat secara langsung, namun cenderung sebagai “tanam budi” atau upaya menarik perhatian pejabat.

Ketentuan tentang gratifikasi hanya mensyaratkan adanya hubungan jabatan dan pelanggaran terhadap aturan, kode etik atau kepatutan. Jika pemberian tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan dan bersifat transaksional maka hal itu merupakan suap.

  1. Dalam budaya dan adat istiadat di Indonesia, praktik saling memberi dan menerima adalah hal yang lazim. Apakah pengaturan tentang gratifikasi tidak beresiko menghapuskan nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang sudah hidup sejak lama?

Ketentuan tentang gratifikasi tidak bertentangan dan bukan dalam rangka menghapus kearifan masyarakat dalam adat dan budaya. Namun hal ini justru ditujukan untuk memurnikan nilai luhur budaya dan adat istiadat agar tidak ditunggangi kepentingan pihak-pihak tertentu untuk melakukan korupsi.

Larangan gratifikasi terkait jabatan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa Indonesia. Kebiasaan memberi dan menerima gratifikasi tumbuh subur di lingkungan yang tidak berprinsip pada tata kelola pemerintahan dan perusahaan yang baik.

  1. Pada saat melapor, apakah Gratifikasi yang saya terima harus langsung diserahkan?

Pada saat melaporkan penerimaan gratifikasi, Pelapor wajib mengisi formulir pelaporan gratifikasi dengan lengkap. Uang ataupun barang gratifikasi yang diterima tidak harus langsung diserahkan pada saat penyerahan formulir. Pelapor dapat menitipkan uang atau barang gratifikasi pada KPK.

Kewajiban penyerahan uang atau barang gratifikasi adalah 7 hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan status kepemilikan oleh KPK (tanggal SK). Barang gratifikasi dapat diambil oleh KPK atas permintaan Pelapor, atau dapat dititipkan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di wilayah terdekat dengan menginformasikan kepada KPK.

  1. Apakah terdapat sanksi jika tidak melaporkan gratifikasi?

Ya, pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 12b ayat (1) adalah: Pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

  1. Bagaimana dengan Perlindungan terhadap Pelapor Gratifikasi?

Pelapor gratifikasi mempunyai hak untuk diberikan perlindungan secara hukum. Menurut Pasal 15 UU KPK, KPK wajib memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang telah menyampaikan laporan atau memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.

Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) mempunyai tanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban.

Dalam konteks ini, pelapor gratifikasi dapat akan dibutuhkan keterangannya sebagai saksi tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi.

Pelapor gratifikasi yang menghadapi potensi ancaman, baik yang bersifat fisik ataupun psikis, termasuk ancaman terhadap karir pelapor dapat mengajukan permintaan perlindungan kepada KPK atau LPSK. Instansi/Lembaga Pemerintah disarankan untuk menyediakan mekanisme perlindungan khususnya ancaman terhadap karir atau aspek administrasi kepegawaian lainnya. Bentuk perlindungan tersebut dapat diatur dalam peraturan internal.

  1. Ke manakah saya harus menghubungi jika membutuhkan informasi lain tentang gratifikasi?

Anda dapat menghubungi Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK.

Jl. HR rasuna Said Kav C-1 Jakarta Selatan 12920

Telp : (021) 25578300

Faks : (021) 52892448.

Website : www. kpk.go.id

Bisa juga Bapak/Ibu dapat menghubungi Unit Pengendalian Gratifikasi Kabupaten Kotawaringin Timur melalui menu pelaporan atau datang langsung ke Inspektorat Kabupaten Kotawaringin Timur, JL. Jenderal Sudirman KM. 6.3.

Email : upg.kabkotim@gmail.com


 

Materi Terkait Gratifikasi Beserta Aturannya

 

  1. PERATURAN KPK NOMOR 2 TAHUN 2019 TENTANG PELAPORAN GRATIFIKASI
  2. Peraturan Bupati Kotawaringin Timur Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur
  3. Pedoman Pengendalian Gratifikasi (KPK)
  4. PPT – Pemahaman, Pelaporan, dan Pengendalian Gratifikasi
  5. Booklet – Mengenal Gratifikasi (KPK)
  6. Booklet – Pengendalian Gratifikasi (KPK)
  7. Buku Saku – Memahami Gratifikasi (KPK 2014)
  8. Buku – Gratifikasi Akar Korupsi (KPK)
  9. Buku – Kajian Implementasi Pasal Gratifikasi (KPK)
  10. Formulir Pelaporan Gratifikasi (KPK)

 

Agar Lebih Paham Tentang Gratifikasi Simak Video Berikut

 

 

Profil UPG

 

Unit Pengendalian Gratifikasi Kabupaten Kotawaringin Timur

 

Unit Pengendalian Gratifikasi Kabupaten Kotawaringin Timur yang selanjutnya disingkat dengan UPG Kabupaten Kotawaringin Timur adalah unit kerja yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan pengendalian gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur.

Pengendalian gratifikasi adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi melalui peningkatan pemahaman dan kesadaran pelaporan gratifikasi secara transparan dan akuntabel sesuai peraturan perundang-undangan

Pembentukan UPG ini menjadi salah satu wujud komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur dalam melaksanakan Program Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur dalam mewujudkan wilayah bebas korupsi dan zona integritas.

UPG berperan sebagai motor penggerak kegiatan pengendalian gratifikasi. Kehadiran UPG dapat mengurangi tekanan psikologis untuk melaporkan gratifikasi kepada KPK karena penerima gratifikasi dapat melapor ke UPG dan KPK. UPG juga dapat menjadi perpanjangan tangan KPK dalam hal pusat informasi gratifikasi. Selain itu, UPG berperan sebagai unit yang memberikan masukan kepada pimpinan lembaga untuk memperbaiki area yang rawan gratifikasi atau korupsi.

Dalam hal ini Inspektorat memiliki peran melaksanakan pengawasan atas penerapan aturan pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemerintah Daerah serta, Inspektorat mendukung penegakan aturan pengendalian gratifikasi dengan turut serta melaporkan kepada KPK melalui situs www.kws.kpk.go.id terhadap tindak pidana gratifikasi yang masuk dalam kategori wajib dilaporkan atau dianggap suap namun tidak dilaporkan oleh penerima gratifikasi dan telah melewati 30 hari kerja.

  • Kewajiban dan Tugas UPG Kabupaten Kotawaringin Timur

UPG Kabupaten Kotawaringin Timur sebagaimana dimaksud dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun 2018, antara lain :

  1. Melakukan penelaahan dan menyampaikan laporan hasil penelaahan dan dokumentasi terkait atas laporan penerimaan dan penolakan Gratifikasi kepada KPK paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak laporan gratifikasi diterima oleh UPG;

  2. Menyampaikan laporan rekapitulasi penanganan dan tindak lanjut laporan penerimaan gratifikasi yang dikelola UPG setiap 3 (tiga) bulan kepada KPK;

  3. Menyampaikan laporan rekapitulasi penanganan dan tindak lanjut laporan penerimaan dan pemberian gratifikasi kepada Bupati secara periodik setiap 3 (tiga) bulan; dan

  4. Merahasiakan Pelapor penerima gratifikasi kecuali atas perintah ketentuan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan kewajiban tersebut UPG mempunyai tugas, sebagai berikut :

  1. Menerima, mereviu dan mengadministrasikan laporan penerimaan, penolakan dan pemberian gratifikasi dari pegawai/pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah;

  2. Menyalurkan laporan penerimaan, penolakan dan pemberian Gratifikasi kepada KPK untuk dilakukan analisis dan penetapan status kepemilikan gratifikasinya oleh KPK;

  3. Menyampaikan hasil pengelolaan laporan gratifikasi dan usulan kebijakan pengendalian gratifikasi kepada pimpinan Pemerintah Daerah;

  4. Melakukan sosialisasi Pengendalian Gratifikasi serta mengoordinasikan kegiatan diseminasi aturan etika gratifikasi kepada pihak internal dan eksternal Pemerintah Daerah;

  5. Meminta data dan informasi kepada perangkat daerah terkait pemantauan penerapan pengendalian gratifikasi;

  6. Menindaklanjuti atas pemanfaatan penerimaan gratifikasi yang tidak dianggap suap terkait kedinasan oleh Pemerintah Daerah maupun oleh penerima;

  7. Memberikan rekomendasi tindak lanjut kepada Bupati jika terjadi pelanggaran terhadap Peraturan Bupati ini oleh pejabat/pegawai (sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait Disiplin Pegawai Negeri Sipil khususnya terkait mekanisme penjatuhan sanksi); dan

  8. Melakukan kajian titik rawan potensi terjadinya Gratifikasi di lingkungan Pemerintah Daerah.

  • Anggota UPG

Susunan keanggotaan UPG Kabupaten Kotawaringin Timur, terdiri dari :

a. Pengarah: Bupati Kotawaringin Timur;

b. Pembina : Wakil Bupati Kotawaringin Timur;

c. Penanggungjawab: Sekretaris Kabupaten Daerah Kotawaringin Timur;

d. Ketua: Inspektur Kabupaten Kotawaringin Timur;

e. Sekretaris: Sekretaris Inspektorat;

f. Anggota: Inspektur Pembantu, Auditor, Pejabat Pengawas Urusan Pemerintah Daerah, Staf pada Inspektorat.

  • Pedoman Pengendalian Gratifikasi dan Penetapan Unit Pengendalian Gratifikasi Kabupaten Kotawaringin Timur

SK BUPATI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NO. 441 TENTANG PENETAPAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI 2018

Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur

Pelaporan

Skema dan Tata Cara Pelaporan Gratifikasi

 

“Seluruh Data Laporan Gratifikasi akan dijamin kerahasiaannya. Melalui data laporan penolakan, penerimaan, dan/atau pemberiaan Gratifikasi akan menghasilkan data riwayat seorang Pejabat negara/Pegawai Negeri menyikapi Gratifikasi. Hal ini akan sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan/penilaian/telaah terhadap seorang Pejabat negara/Pegawai Negeri dalam berbagai jenis kegiatan pemberian jabatan atau promosi di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur.”


 

 

Melalui KPK

 

Berdasarkan UU No. 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 pasal 12c ayat (2) dan UU No. 30 tahun 2002 pasal 16, setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK, dengan tata cara sebagai berikut :

1. Melalui KPK

Penerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaannya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja kepada KPK, terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh KPK dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi. Formulir yang dimaksud sekurang-kurangnya memuat :

  • Nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi;

  • Jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara;

  • Tempat dan waktu penerima gratifikasi;

  • Uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan nilai gratifikasi yang diterima.

Formulir laporan gratifikasi dapat diserahkan kepada KPK dengan cara :

  • Penyerahan langsung atau melalui surat ke alamat Jl. Kuningan Persada kav. 4, Setiabudi Jakarta Selatan 12950;

  • E-mail ke pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id;

  • Faksimili ke 021-5289-2459;

 

2. Melalui Aplikasi GOL KPK

Pelaporan penerimaan gratifikasi juga dapat dilakukan melalui aplikasi GOL (Gratifikasi Online) pada tautan berikut: https://gol.kpk.go.id/login atau yang diunduh di Google Play ataupun App Store.

Pelaporan gratifikasi secara daring atau melalui aplikasi GOL tidak lagi memerlukan formulir pelaporan, karena informasi yang diisi sudah mencakup isian dalam formulir.


 

Melalui UPG

 
 

SOP Unit Pengendalian Gratifikasi Kabupaten Kotawaringin Timur

 

Laporkan Gratifikasi yang anda terima melalui UPG Kabupaten Kotawaringin Timur (sebelum 10 hari kerja terhitung saat gratifikasi diterima), dengan pilihan cara berikut :

  1. Dengan mengisi Formulir Laporan Gartifikasi Online yang tertera pada laman website ini;

  2. Bapak/Ibu bisa datang langsung ke Sekretariat UPG Kabupaten Kotawaringin Timur di Inspektorat Daerah Kotawaringin Timur, kemudian isi Formulir Pelaporan Gratifikasi, dan memberikannya ke Admin Unit Pengendalian Gratifikasi; atau

  3. Dengan mengunduh Formulir Laporan Gratifikasi pada laman ini, kemudian mengirimkan formulir yang sudah diisi dan dilengkapi dokumen pendukung seperti foto objek penerimaan, melalui email upg.kabkotim@gmail.com

Dokumen yang dilampirkan antara lain dapat berupa :

  1. Foto/dokumentasi Benda Gratifikasi:

  2. Copy surat perintah pelaksanaan tugas, pelaksanaan kerja dan lain-lain.

  3. Daftar pemberian hadiah;

  4. Dokumen lainnya yang dipandang perlu sesuai dengan kondisi praktek Gratifikasi yang dilakukan.

Langkah Berikutnya :

  1. Admin UPG akan memasukan laporan Anda ke dalam aplikasi GOL dan memverifikasi laporan Anda melalui tahap reviu di dalam aplikasi GOL;
  2. Jika Laporan Anda termasuk gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan atau termasuk 17 negative list dalam Peraturan KPK No 2 Tahun 2019, UPG akan memasukan laporan anda hanya sampai tahap catatan;
  3. Jika laporan Anda termasuk Gratifikasi yang wajib dilaporkan, UPG akan memutuskan apakah objek penerimaan dikelola instansi atau melanjutkan laporan Anda ke KPK;
  4. Laporan Gratifikasi yang diteruskan ke KPK, akan diproses dan diverifikasi oleh KPK. Kemudian KPK akan mengeluarkan SK (Surat Keputusan) terhadap objek penerimaan, paling lambat 30 hari kerja setelah laporan diterima;
  5. Jika objek penerimaan diputuskan menjadi milik pelapor, maka akan dikembalikan kepada pelapor;
  6. Jika objek penerimaan diputuskan menjadi milik negara, maka penyerahan objek gratifikasi ke KPK di berikan waktu paling lambat 7 hari setelah SK diterima.

 

Penolakan Gratifikasi

 

  • Pelaporan Penolakan Gratifikasi

Pelaporan Penolakan Gratifikasi dapat dilakukan secara langsung ke UPG dengan mengisi Formulir Laporan Gratifikasi Online yang tertera pada laman website ini.

Atau dapat dikirim melalui email/ pos dengan membawa/ mengirimkan formulir Laporan Gratifikasi (dengan tambahan catatan Laporan Penolakan Gratifikasi), ke Sekretariat UPG Inspektorat Kabupaten Kotawaringin Timur:

JL. Jenderal Sudirman KM. 6,3

Email : upg.kabkotim@gmail.com

Formulir Laporan Gratifikasi Online Melalui Unit Pengendalian Gratifikasi

 

Unduh Formulir Pelaporan Penolakan Gratifikasi

 

  • Prinsip Penolakan Gratifikasi

Gratifikasi yang ditolak dalam konteks ini adalah gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban pegawai negeri atau penyelenggara negara yang diserahkan secara langsung.

Penolakan atas penerimaan gratifikasi tersebut perlu dilaporkan oleh pegawai negeri/penyelenggara negara ke UPG di instansi masing-masing. Pencatatan atau pelaporan atas penolakan dapat berguna sebagai alat pemutus konflik kepentingan antara pegawai negeri/penyelenggara negara dengan pihak pemberi.

Simulasi menarik yang dapat dikemukakan adalah ketika Pejabat A yang memiliki integritas menolak pemberian dari seorang kurir pengusaha X, namun ternyata uang yang ditolak oleh Pejabat A tidak pernah dikembalikan oleh kurir pada pengusaha X, sehingga Pengusaha X mencatat dan berasumsi Pejabat A telah menerima uangnya.

Hal ini menjadi masalah ketika di suatu hari Pengusaha X dijerat aturan pidana dan kemudian ditemukan catatan aliran dana terhadap Pejabat A, maka jika Pejabat A sejak awal melaporkan penolakan gratifikasi yang dilakukannya secara internal, dan kemudian hal tersebut dicatat oleh UPG, tentu saja pencatatan tersebut dapat menjadi bukti yang melindungi Pejabat A, karena ia telah menolak gratifikasi tersebut sejak awal.

Akan berbeda halnya jika Pejabat A tidak pernah melapor dan tidak memiliki bukti apapun untuk menyangkal bahwa ia telah menerima sejumlah uang dari Pengusaha X melalui kurir.

Prinsip penolakan ini berada pada ranah aturan disiplin sehingga jika ketentuan ini dilanggar perlu diatur bentuk sanksi administratif yang dapat dijatuhkan pada pihak yang melanggar. Hal ini merupakan penegasan dari larangan menerima gratifikasi yang dianggap suap.

Ketentuan ini diharapkan sejalan dengan prinsip law as tool of social engineering, dimana pegawai negeri dan penyelenggara negara yang selama ini cenderung permisif perlu mengubah kebiasaan tersebut dan merombak cara berpikir, sehingga muncul sikap yang tegas untuk menolak setiap gratifikasi yang dianggap suap yang diberikan secara langsung padanya.

Akan tetapi, terdapat kondisi-kondisi tertentu ketika gratifikasi tidak dapat ditolak. Hal inilah yang perlu diatur sebagai pengecualian dari kewajiban menolak atau larangan menerima gratifikasi.

Berikut adalah beberapa kondisi pengecualian, maka gratifikasi tidak wajib ditolak, yaitu:

  1. Gratifikasi tidak diterima secara langsung;

  2. Tidak diketahuinya pemberi gratifikasi;

  3. Penerima ragu dengan kualifikasi gratifikasi yang diterima.

  4. Adanya kondisi tertentu yang tidak mungkin ditolak, seperti: dapat mengakibatkan rusaknya hubungan baik institusi, membahayakan diri sendiri/karier penerima/ada ancaman lain,

  5. Gratifikasi diberikan dalam kegiatan adat istiadat, kegiatan yang sesuai dengan tradisi yang luhur dan upacara keagamaan.

Dalam hal gratifikasi yang memenuhi lima kondisi pengecualian di atas, maka gratifikasi tersebut dapat diterima dan kemudian wajib dilaporkan pada KPK atau kepada KPK melalui masing-masing Unit Pengendali Gratifikasi.

(Sumber: Indonesia.go.id)

 

Gratifikasi perlu dilaporkan karena Gratifikasi pada dasarnya adalah “suap yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”. Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara (Pn/PN) yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan dan korupsi lainnya. Sehingga gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi. Gratifikasi tersebut dilarang karena dapat mendorong Pn/PN bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak profesional. Sehingga Pn/PN tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Undang-undang menggunakan istilah “gratifikasi yang dianggap pemberian suap” untuk menunjukkan bahwa penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

“Baik Penolakan, Penerimaan dan/atau Pemberian Gratifikasi harus dilaporkan oleh Pegawai Negeri Sipil”